Haloo semua. Udah lama banget ya keknya sejak gue ngeblog beberapa bulan lalu:( Hiks.. Kesibukan ini membuatku ... Ah, sudahlah:v Oiya btw doain gue ya guys, lusa ini gue bakal ada audisi gitu moga aja menang yekan ? ;;) Aamin..
Eh iyeee nih gue udeh siapin 1 chapter Harry Potter and The Methods of Rasionality untuk kalian semua silakan dinikmati ;;)
![]() |
Keren kan ilustrasinya? Gue agak bingung aja yang kiri itu Ron atau akang Draco tercinta;;) |
Harry Potter dan Metode Rasionalitas - Chapter 3: Membandingkan Realita Dan Alternatifnya
Kalau J. K. Rowling bertanya padamu tentang cerita ini, jangan bilang apa-apa.
*
"Tapi kemudian pertanyaannya adalah siapa?"
*
"Ya Tuhan," kata penjaga bar,
menatap tajam Harry, "apakah ini mungkinkah ini ?"
Harry bersandar pada bar Leaky Cauldron
sebisanya, walau pada akhirnya hanya sampai pada sekitar ujung alisnya.
Pertanyaan semacam itu pantas mendapat usaha terbaiknya.
"Apakah aku mungkinkah aku bisa saja kau
tak pernah tahu tapi kemudian pertanyaannya adalah siapa?"
"Diberkatilah jiwaku," bisik
penjaga bar tua itu. "Harry Potter . suatu kehormatan."
Harry berkedip, kemudian menyambung.
"Ya, anda cukup tanggap; kebanyakan orang tidak sadar secepat itu "
"Cukup," kata Profesor
McGonagall. Tangannya mengencang di pundak Harry. "Jangan mengganggunya
lagi, Tom, ini hal baru untuknya."
"Tapi itu dia?" seorang wanita
tua berkata dengan gemetar. "Itu Harry Potter?" Dengan suara
gemeretak, dia bangun dari kursinya.
"Doris " McGonagall
memperingatkan. Tatapan tajam yang ia berikan ke seluruh ruangan sudah cukup
untuk mengintimidasi siapapun.
"Aku hanya ingin menjabat
tangannya," bisik wanita itu. Dia menunduk dan menjulurkan tangan
berkeriput yang Harry, kebingungan dan merasa sangat tak nyaman, dengan
hati-hati jabat. Air mata mengalir dari mata wanita itu ke genggaman tangan
mereka. "Cucuku adalah seorang Auror," Bisiknya kepada Harry.
"Meninggal di tujuh puluh sembilan. Terima kasih, Harry Potter, Terima
kasih untukmu."
"Kembali," kata Harry spontan,
dan kemudian ia memutar kepalanya dan memberi Profesor McGonagall suatu
pandangan ketakutan, memohon.
Profesor McGonagall menghentakkan kakinya
sesaat sebelum keributan terjadi. Itu menimbulkan suara yang membuat Harry mendapat
rujukan baru untuk frasa ‘Crack of Doom', dan semua orang terpaku.
"Kami terburu-buru," kata
Profesor McGonagall dengan suara yang terdengar normal, sangat normal.
Mereka meninggalkan bar tanpa masalah.
"Profesor?" Kata Harry, begitu
mereka ada di luar. Dia ingin bertanya tentang apa yang terjadi, tapi anehnya
dia malah menanyakan pertanyaan yang benar-benar berbeda. "Siapa pria
pucat, di pojok ruangan? Pria dengan mata yang berkedut?"
"Hm?" kata Profesor McGonagall,
terdengar sedikit kaget; mungkin dia juga tak menyangka akan muncul pertanyaan
macam itu. "Itu tadi Profesor Quirinus Quirrell dia akan mengajar
Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam tahun ini di Hogwarts."
"Aku punya perasaan paling aneh
terhadapnya . ." Harry menggosok dahinya. "Dan kalau aku tidak boleh
menjabat tangannya." Seperti bertemu seseorang yang suatu saat pernah
menjadi kawan, dulu, sebelum semua jadi sangat buruk . itu bukan kenyataannya,
tapi Harry tidak mampu menemukan kata yang tepat. "Dan apa itu .
semua?"
Profesor McGonagall memberinya pandangan
aneh. "Tn. Potter . apa kamu tahu . seberapa banyak yang sudah dikatakan
kepadamu . tentang bagaimana orangtuamu meninggal?"
Harry mengembalikan tatapan tegap.
"Orangtuaku masih hidup dan cukup sehat, dan mereka selalu menolak untuk
membicarakan tentang bagaimana orangtua genetis-ku meninggal. Yang aku ambil
kesimpulan bahwa itu tidak baik."
"Kesetiaan yang pantas dikagumi,"
kata Profesor McGonagall. Suaranya merendah. "Walaupun sedikit menyakitkan
mendengarkanmu mengatakannya seperti itu. Lily dan James adalah temanku."
Harry mengalihkan pandangan, seketika
merasa malu. "Maafkan aku," katanya dengan suara lirih. "Tapi
aku punya Mum dan Dad. Dan aku tahu kalau itu hanya akan membuatku tak bahagia
kalau membandingkan realita dengan . kesempurnaan yang kubuat sendiri dari
imajinasi."
"Itu sangatlah bijaksana,"
Profesor McGonagall berkata dengan tenang. "Tapi orangtua genetis-mu
meninggal dengan baik, melindungimu."
Melindungiku?
Sesuatu yang aneh mencengkeram hati Harry.
"Apa . yang terjadi?"
Profesor McGonagall mendesah. Tongkat
sihirnya diketukkan ke dahi Harry, dan pandangannya kabur sesaat. "Sesuatu
untuk menyamarkan," katanya, "supaya hal seperti tadi tidak terjadi
lagi, tidak sampai kamu siap." Kemudian tongkat sihirnya memukul lagi, dan
mengetuk tiga kali ke dinding bata . .
. yang terbuka menjadi lubang, dan melebar
dan memanjang dan dan bergetar menjadi gapura besar, menampilkan deretan
panjang toko-toko dengan reklame menawarkan ketel dan hati naga.
Harry tak berkedip. Ini tak seperti ada
orang yang akan berubah jadi kucing.
Dan mereka berjalan maju, bersamaan, ke
dalam dunia sihir.
Ada pedagang yang meneriakkan ‘Bounce
Boots' ("Dibuat dari Flubber asli!") dan "Pisau +3! Garpu +2!
Sendok dengan bonus +4!" Ada kacamata yang akan merubah apapun yang kamu
lihat menjadi hijau, dan deretan kursi nyaman dengan kursi pelontar untuk
situasi darurat.
Kepala Harry terus berputar, berputar
seolah mencoba memutar-lepas dirinya dari leher. Ini bagai berjalan melalui
bagian barang magis dari buku aturan ‘Advanced Dungeons and Dragons' (dia tidak
memainkannya tetapi menikmati membaca buku aturannya). Harry benar-benar tak
ingin melewatkan satu barangpun yang dijual, siapa tahu itu merupakan salah
satu dari tiga komponen yang diperlukan untuk menyempurnakan siklus mantera
permintaan tak terhingga.
Lalu Harry melihat sesuatu yang membuatnya,
sepenuhnya tanpa berpikir, menjauh dari Wakil Kepala Sekolah dan mulai berjalan
langsung menuju ke toko, berbata biru dengan lis metal-perunggu. Dia kembali
sadar hanya ketika Profesor McGonagall melangkah tepat di depannya.
"Tn. Potter?" katanya.
Harry berkedip, lalu sadar akan apa yang
baru saja ia lakukan. "Maaf! Aku lupa kalau aku sedang bersamamu dan
bukannya dengan keluargaku." Harry menunjuk ke jendela toko, yang
menampilkan huruf-huruf bercahaya yang bersinar begitu terang namun jauh,
menyusun ‘Bigbam's Brilliant Books'. "Ketika kamu berjalan melewati toko
buku yang belum pernah kamu kunjungi sebelumnya, kamu harus masuk dan melihat-lihat.
Itu adalah aturan keluarga."
"Itu adalah hal paling Ravenclaw yang
pernah kudengar."
"Apa?"
"Tidak ada. Tn. Potter, kunjungan
pertama kita adalah Gringotts, bank dunia sihir. Brankas keluarga genetis-mu
ada di sana, dengan warisan yang orangtua genetis-mu wariskan untukmu, dan kamu
akan perlu uang untuk membeli perlengkapan sekolah." Dia mendesah.
"Dan, aku kira, sejumlah uang untuk membeli buku juga boleh. Walaupun kamu
mungkin ingin menunggu dahulu. Hogwarts memiliki perpustakaan yang cukup besar
untuk hal-hal magis. Dan di menara yang, aku benar-benar merasa, akan kamu
diami, ada juga lebih banyak perpustakaan dengan subjek yang lebih luas. Buku
apapun yang kamu beli sekarang bisa jadi hanya duplikat saja."
Harry mengangguk, dan mereka berjalan lagi.
"Jangan salah, itu adalah pengalih
perhatian besar," kata Harry sambil terus memutar kepala, "mungkin
yang terbaik yang pernah dicoba orang terhadapku, tapi jangan kira aku
melupakan diskusi kita yang terhenti."
Profesor McGonagall mendesah. "Orangtuamu
atau ibumu mungkin bijaksana dengan tidak menceritakannya kepadamu."
"Jadi kamu berharap aku terus
melanjutkan ketidaktahuanku? Ada kelemahan dalam rencana itu, Profesor
McGonagall."
"Aku kira itu sedikit tak
berguna," sang penyihir berkata dengan ketat, "kalau siapapun di
jalan bisa memberitahumu. Baiklah."
Dan dia memberitahunya tentang
Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut, sang Pangeran Kegelapan, Voldemort.
"Voldemort?" bisik Harry.
Harusnya terasa lucu, tapi tidak. Nama itu membara dengan perasaan dingin,
kejam, sebening berlian, satu palu titanium murni menghantam paron daging yang
mengalah. Udara dingin menyapu Harry bahkan ketika dia mengucapkan kata itu,
dan dia memutuskan saat itu juga untuk menggunakan kata yang lebih aman seperti
Kau-Tahu-Siapa.
Sang Pangeran Kegelapan mengamuk atas dunia
sihir Inggris bagai serigala buas, mencabik dan mengoyak rangka kehidupan
sehari-hari mereka. Negara-negara lain meremas-remas tangan mereka tapi ragu
untuk campur tangan, entah karena keegoisan apatis mereka atau ketakutan,
karena siapapun yang pertama kali melawan Pangeran Kegelapan, kedamaian mereka
akan jadi target teror selanjutnya.
(‘The bystander effect', pikir Harry,
memikirkan eksperimen Latane dan Darley yang menunjukkan bahwa kamu akan lebih
mungkin mendapatkan pertolongan kalau kejang-kejang epilepsimu terjadi di depan
satu orang daripada di depan tiga. Pembagian tanggung jawab, semua orang
berharap bahwa orang lain akan melakukan lebih dulu.)
Pelahap Maut sudah mengikuti sejak kebangkitan
Pangeran Kegelapan dan jadi barisan depannya, burung bangkai yang menyerang
luka, atau ular yang menggigit dan melemahkan. Pelahap Maut tidak semengerikan
Pangeran Kegelapan, tapi mereka mengerikan, dan mereka banyak. Dan Pelahap Maut
tidak hanya memiliki tongkat sihir; ada kekayaan di balik barisan bertopeng
itu, dan kekuatan politik, dan rahasia digenggam dalam pemerasan, untuk
melumpuhkan masyarakat yang ingin mempertahankan diri.
Jurnalis tua dan terhormat, Yermy Wibble,
menyerukan kenaikan pungutan dan wajib militer. Dia menyerukan bahwa sangat
janggal mereka yang banyak gemetar ketakutan di hadapan mereka yang sedikit.
Kulitnya, dan hanya kulitnya, ditemukan terpaku di dinding ruang berita
keesokan harinya, di sebelah kulit istrinya dan kedua putrinya. Semua orang
berharap sesuatu terjadi, dan tidak ada orang yang berani memulainya. Siapapun
yang menentang akan jadi contoh selanjutnya.
Sampai nama-nama James dan Lily Potter naik
ke puncak daftar.
Dan keduanya mungkin wafat dengan tongkat
sihir tergenggam di tangan mereka dan tak menyesalinya, karena mereka adalah
pahlawan; namun karena mereka memiliki seorang bayi, putra mereka, Harry
Potter.
Air mata mulai muncul di mata Harry. Dia
menyekanya dalam marah dan keputusasaan, aku tak kenal mereka, tidak terlalu,
mereka bukan orangtuaku sekarang, tak ada artinya merasa sedih untuk mereka
Waktu Harry selesai menangis pada jubah
penyihir, dia melihat ke atas, dan merasa sedikit lebih baik melihat air mata
di mata Profesor McGonagall juga.
"Lalu apa yang terjadi?" kata
Harry, suaranya gemetar.
"Pangeran Kegelapan datang ke Godric's
Hollow," Profesor McGonagall berbisik. "Kamu seharusnya tersembunyi,
tapi kamu dikhianati. Pangeran Kegelapan membunuh James, dan dia membunuh Lily,
dan dia datang untuk menghabisimu, ke ranjangmu. Dia melemparkan Kutukan
Pembunuh padamu, dan di waktu itulah semuanya berakhir. Kutukan Pembunuh
terbentuk dari kebencian murni, dan menyerang langsung ke jiwamu, memisahkannya
dari tubuh. Itu tak bisa ditangkis, dan siapapun yang dituju, mereka akan mati.
Tapi kamu selamat. Kamu adalah satu-satunya orang yang pernah selamat. Kutukan
Pembunuh terpantul dan menyerang Pangeran Kegelapan, meninggalkan hanya
gumpalan tubuhnya yang terbakar dan luka yang ada di dahimu. Itu adalah akhir
dari teror, dan kita kembali bebas. Itu, Harry Potter, adalah kenapa
orang-orang ingin melihat luka di dahimu, dan kenapa mereka ingin berjabat
tangan denganmu."
Tangisan keras yang menghinggapi Harry
sudah mengeringkan air matanya; dia tak bisa menangis lagi, dia sudah selesai.
(Dan di suatu tempat di belakang pikirannya
ada sedikit catatan kecil yang membingungkan, suatu perasaan bahwa ada yang
salah dengan cerita tadi; dan seharusnya sudah jadi bakat Harry untuk
mengenalinya, namun saat ini dia sedang teralihkan. Karena memang sudah hukum
yang tragis bahwa ketika kamu sangat membutuhkan keahlianmu sebagai seorang
rasionalis, di saat itulah waktu kamu paling sering melupakannya.)
Harry melepaskan dirinya dari samping
Profesor McGonagall. "Aku harus merenungkan tentang ini dulu,"
katanya, mencoba menjaga suaranya tetap terkontrol. Dia menatap sepatunya.
"Um. Juga silakan menyebut mereka sebagai orangtuaku, kalau kamu mau, kamu
tak harus menyebut mereka ‘orangtua genetis' atau apa. Kukira tidak ada yang melarangku
memiliki dua ibu dan dua ayah."
Tidak ada suara dari Profesor McGonagall.
Dan mereka berjalan tanpa suara, sampai
mereka sampai ke bangunan besar putih dengan pintu-pintu megah perunggu, dan
ukiran nama di atas bertuliskan Gringotts Bank.
*TBC;;)*
Gimana? Ngerti? kalo gue jujur aja si harus buka buka kamus bahasa dulu beberapa kali sebelum ngerti hihi;;) Benar2 rasional dah pokonya :D
0 Comments