masih berkutat di HPMOR :D keranjingan niii jadinyaaa ;;) gimana menurut kalian ceritanya ? cekidot aja yaaaa ;)
"Semua Yang Aku Percayai Itu Salah"
*
"Tentu saja itu semua salahku. Tidak ada orang lain di
sini yang bisa bertanggung jawab atas apapun."
*
"Sekarang, untuk lebih jelas," kata Harry,
"kalau profesor benar-benar bisa mengangkatmu, Dad, dan kamu tahu kalau
kamu tidak ditarik oleh kabel, itu sudah jadi bukti yang cukup kuat. Kamu tidak
akan berbalik dan berkata kalau itu cuma trik sulap. Itu namanya perbuatan
curang. Kalau kamu memang benar-benar merasa seperti itu kamu harus
mengatakannya sekarang, dan kita akan mencari eksperimen yang lain."
Ayah Harry, Profesor Michael Verres-Evans, memutar bola
matanya. "Ya, Harry."
"Dan kamu, Mum, teorimu mengatakan bahwa si professor
mampu melakukan hal ini, dan kalau itu tak terjadi, kamu akan mengakui
kesalahanmu. Tak ada alasan tentang sihir yang tidak terjadi kalau seseorang
berpikiran skeptis atasnya, atau yang semacam itu."
Wakil Kepala Sekolah Minerva McGonagall mengamati Harry
dengan terkejut. Dia terlihat cukup meyakinkan sebagai penyihir dengan jubah
hitam dan topi runcingnya, tapi waktu dia berbicara dia terdengar formal dengan
aksen skotlandia, yang tidak serasi dengan tampilannya. Dilihat sekilas dia
terlihat seperti seseorang yang terbiasa terkikik saat memasukkan bayi ke dalam
kuali, tapi semuanya hancur begitu dia membuka mulut. "Apakah itu cukup,
Tn. Potter?" katanya. "Bisakah aku langsung mendemonstrasikan?"
"Cukup? Kurasa tidak," kata Harry. "Tapi
paling tidak ini akan membantu. Silahkan, Wakil Kepala Sekolah."
"Profesor saja cukup," katanya, lalu,
"Wingardium Leviosa."
Harry melihat ayahnya.
"Huh," kata Harry.
Ayahnya melihat balik padanya. "Huh," tiru
ayahnya.
Kemudian Profesor Verres-Evans melihat ke Profesor
McGonagall. "Baik, kamu bisa menurunkan aku lagi sekarang."
Ayahnya diturunkan perlahan ke tanah.
Harry mengacak-acak rambutnya. Mungkin ini karena ada bagian
aneh dirinya yang sudah percaya, tapi . . "Itu tadi sedikit
antiklimaks," kata Harry. "Kamu akan berharap mengalami suatu gejolak
mental yang lebih dramatis karena pembaruan akibat pengamatan hal dengan
kemungkinan yang amat sangat kecil " Harry menghentikan dirinya. Mum,
McGonagall, bahkan Dad memberinya pandangan itu lagi. "Maksudku, dengan
menemukan bahwa semua yang aku percayai itu salah."
Serius, ini harusnya lebih dramatis. Otaknya harusnya sedang
membakar seluruh stok hipotesi-hipotesisnya tentang alam semesta, yang tidak
akan membiarkan semua hal tadi terjadi. Tapi otaknya malah jadi, Oke, aku baru
saja melihat seorang profesor Hogwarts mengayunkan tongkat sihirnya dan membuat
ayahmu terangkat ke udara, sekarang apa?
Si penyihir wanita tersenyum pada mereka dan terlihat cukup
terhibur. "Apakah kamu ingin demonstrasi lebih lanjut, Tn. Potter?"
"Sebenarnya tidak perlu," kata Harry. "Kita
sudah melakukan eksperimen penentu. Tapi . ." Harry bimbang. Dia tak bisa
menahan diri. Sebenarnya, dalam situasi ini, dia tidak usah menahan diri.
Adalah tepat dan wajar untuk penasaran. "Apa lagi yang bisa kamu
lakukan?"
Profesor McGonagall berubah menjadi kucing.
Harry menjauh tanpa sadar, bergerak mundur sebegitu cepat
hingga ia tersandung tumpukan buku-buku dan mendarat di atas pantatnya dengan
bunyi twak. Tangannya turun untuk menangkap tubuhnya tanpa menggapai dengan
sempurna, dan ada denyut peringatan di pundaknya karena bobot yang tak
tertahan.
Seketika itu juga si kucing betina kecil itu berubah lagi
menjadi wanita berjubah. "Saya minta maaf, Tn. Potter," kata
McGonagall, terdengar tulus, walau bibirnya berkedut menahan senyum. "Aku
harusnya memperingatkanmu."
Harry bernapas terengah-engah. Suaranya seolah tercekik.
"Kamu tidak bisa MELAKUKAN itu!"
"Ini hanya Transfigurasi," kata McGonagall.
"Transformasi Animagus, untuk lebih tepatnya."
"Kamu berubah jadi kucing! Seekor kucing KECIL! Kamu
melanggar Kekekalan Energi! Itu bukan aturan sembarangan, itu dinyatakan dalam
bentuk quantum Hamiltonian! Melanggarnya akan menghancurkan ‘unitarity' lalu
kamu akan mendapat sinyal FTL! Dan kucing itu RUMIT! Pikiran manusia tidak akan
mampu memvisualisasi seluruh anatomi kucing, dan juga seluruh biokimia kucing,
juga bagaimana dengan neurologi? Bagaimana kamu bisa terus berpikir memakai
otak ukuran kucing?"
Bibir profesor McGonagall berkedut lebih kuat sekarang.
"Sihir."
"Sihir tidak cukup untuk melakukannya! Kamu harus jadi
seorang dewa!"
Profesor McGonagall berkedip. "Itu pertama kalinya aku
disebut seperti itu."
Pandangan Harry mulai kabur, seiring otaknya mulai memahami
apa yang baru saja dihancurkan. Seluruh gagasan tentang segenap alam semesta
dengan hukum matematika biasa, itulah yang baru saja diguyur dalam toilet;
seluruh pikiran fisika. Tiga ribu tahun memecahkan masalah-masalah rumit besar
menjadi bagian-bagian kecil, menemukan bahwa musik para planet seirama dengan
jatuhnya apel, menemukan bahwa hukum sejati adalah universal dan tak memiliki
pengecualian di manapun dan mengambil bentuk matematika sederhana yang mengatur
bagian-bagian terkecil, dan juga bahwa pikiran adalah otak dan otak tersusun
dari neuron-neuron, otak yang merupakan manusia itu sendiri
Dan seorang wanita berubah menjadi kucing, semua jadi tak
berarti begitu saja.
Ratusan pertanyaan bertarung memperebutkan prioritas atas
bibir Harry dan pemenangnya menyembur keluar: "Dan, dan mantera macam apa
itu Wingardium Leviosa? Siapa yang menciptakan kata-kata untuk mantera-mantera
sihir ini, anak TK?"
"Cukup untuk sekarang, Tn. Potter," kata Profesor
McGonagall datar, walau matanya memancarkan kegirangan yang tertahan.
"Kalau kamu ingin belajar tentang sihir, saya sarankan supaya kita
menyelesaikan berkas-berkasnya supaya kamu bisa belajar di Hogwarts."
"Benar," kata Harry, seolah linglung. Dia
merapikan pikirannya. Barisan Akal harus diulang lagi, hari ini cukup; mereka
sudah punya hasil metode eksperimental dan itulah yang terpenting.
"Bagaimana caraku untuk masuk ke Hogwarts, kalau begitu?"
Sedakan tawa keluar dari Profesor McGonagall, seolah dicabut
dengan penyepit.
"Tunggu dulu, Harry," kata ayahnya. "Ingat
kenapa kamu tidak bisa mengikuti sekolah sampai sekarang? Bagaimana dengan
kondisimu?"
Profesor McGonagall berputar ke arah Michael.
"Kondisinya? Apa ini?"
Aku tidak tidur seperti biasa," kata Harry. Dia
melambaikan tangan menyerah. "Siklus tidurku sepanjang 26 jam, aku selalu
tertidur dua jam lebih lama, setiap hari. Aku tidak bisa tidur lebih cepat dari
itu, dan di hari berikutnya aku akan tertidur dua jam dari waktu aku tidur
kemarin. 10PM, 12AM, 2AM, 4AM, sampai berulang lagi. Bahkan kalau aku mencoba
bangun lebih awal, itu tidak membuat perbedaan dan memperparah kondisiku
seharian. Itulah mengapa aku tak bisa belajar di sekolah normal sampai
sekarang."
"Salah satu alasannya," kata ibunya. Harry
menatapnya tajam.
McGonagall memberi hmmmmm panjang. "Seingatku aku tak
pernah mendengar kondisi semacam itu ." katanya perlahan. "Akan
kutanyakan pada Madam Pomfrey untuk melihat apakah ada obatnya." Kemudian
wajahnya kembali cerah. "Tidak, aku yakin ini tidak akan jadi soal akan
kucari solusinya tepat waktu. Sekarang," dan tatapannya menajam lagi,
"apa lagi alasan lainnya?"
Harry memberi tatapan tajam pada orang tuanya. "Aku
adalah penentang terpercaya atas pemaksaan kewajiban pada anak-anak, dengan
dasar bahwa aku seharusnya tidak ikut menderita karena pengeroposan atas sistem
sekolah yang gagal untuk menyediakan tenaga pengajar atau bahan ajar bahkan
untuk sekedar berkualitas kelayakan minimal
Kedua orangtua Harry tertawa keras mendengarnya, seolah
mereka pikir semuanya itu hanya kelakar besar. "Oh," kata ayah Harry,
matanya bersinar, "Karena itukah kenapa kamu menggigit guru matematika di
kelas tiga."
"Dia tidak tahu apa itu logaritma!"
"Tentu saja," lanjut ibu Harry. "menggigitnya
adalah respon yang sangat dewasa."
Ayah Harry mengangguk. "Kebijakan yang sudah dipikir
matang untuk mengatasi masalah guru yang tak mengerti logaritma."
"Aku baru umur tujuh tahun! Sampai kapan kalian mau
terus mengungkitnya?"
"Aku mengerti," kata ibunya simpatik, "kamu
menggigit satu guru matematika dan mereka tidak pernah membiarkanmu
melupakannya, ya kan?"
Harry berputar ke arah McGonagall. "Itu! Kamu lihat apa
yang harus kuhadapi?"
"Permisi," kata Petunia, dan keluar lewat pintu
belakang menuju ke taman, yang dari mana tawanya terdengar jelas.
"Sudah, ah, sudah," entah kenapa Profesor
McGonagall seolah kesulitan bicara, "tidak boleh ada acara gigit guru di
Hogwarts, jelas, Tn. Potter?"
Harry memandangnya muram. "Ya sudah, aku tak akan
menggigit orang selama dia tidak menggigitku lebih dulu."
Profesor Michael Verres-Evans juga harus meminta keluar
ruangan sejenak setelah mendengarnya.
"Baik," Profesor McGonagall mendesah, setelah
orangtua Harry menenangkan diri dan kembali masuk. "Yah. Saya pikir, dalam
keadaan ini, saya harus menghindari membawamu membeli perlengkapan belajarmu
sampai sehari atau dua hari sebelum sekolah mulai."
"Apa? Kenapa? Anak-anak yang lain sudah tahu tentang
sihir kan? Aku harus segera mengejar mereka!"
"Temang saja, Tn. Potter," jawab Profesor
McGonagall, "Hogwarts cukup mampu untuk mengajari dasar-dasarnya. Dan aku
curiga, Tn. Potter, kalau aku meninggalkanmu sendiri selama dua bulan dengan
buku-buku pelajaranmu, bahkan dengan tanpa tongkat sihir, aku akan kembali ke
rumah ini dan mendapati kawah berasap ungu, kota tak berpenghuni di
sekelilingnya dan wabah zebra berapi meneror seluruh Inggris."
Ayah dan ibu Harry mengangguk bersamaan.
"Mum! Dad!"
*TBC*
1 Comments
eciehhhh... :)
ReplyDelete