Berada di tanah rantau membuat saya perlahan membuka mata akan banyak sekali perbedaan.
Bahasa, postur tubuh, agama, dan latar belakang orang-orang baru yang saya temui begitu
beragam. Begitupun isi kepala mereka, ide-ide yang tercetus dari dalam kening manusia-manusia ini terkadang sangat luar biasa, membuat saya berdecak kagum.
Salah satunya adalah tentang mengabdi.
Baru di bangku kuliah ini saya sadar akan gelar-gelar baru yang tersanding di pundak saya. Mahasiswa. Agent of change, katanya. Pembawa perubahan. Penentu arah bangsa. Memikirkan makna kata julukan-julukan itu saja rasanya sudah terasa berat. Ah, apa iya?
Sebagai kalangan yang dianggap elit karena mampu menerima kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, ada tuntutan yang menghantui di balik nyamannya duduk di kursi perkuliahan. Perubahan apa yang kamu janjikan? Pertanyaan itu juga pernah hinggap dan menetap di dalam kepala saya. Saya yang tidak punya bekal apa-apa ini, bisa membawa apa untuk bumi pertiwi?
Jangankan untuk mengabdi, untuk bisa datang ke kelas kuliah tepat waktu saja rasanya sulit luar biasa. Mencoba menurunkan rumus meteorologi saja saya sudah pening tiada tara. Apalagi untuk membangun Indonesia?
Tapi sudah saya bilang, saya berterimakasih pada orang-orang yang membersamai saya selama dua tahun ini. Untuk niat dan semangat yang mereka tularkan kepada saya sampai saya paham apa itu kontribusi dan bagaimana cara mengabdi.
Tapi sudah saya bilang, saya berterimakasih pada orang-orang yang membersamai saya selama dua tahun ini. Untuk niat dan semangat yang mereka tularkan kepada saya sampai saya paham apa itu kontribusi dan bagaimana cara mengabdi.
Kuliah, mereka bilang, bukan hanya tentang nilai IPK yang diatas tiga. Kuliah bukan hanya tentang memamerkan jas biru dongker di kiriman sosial media demi arogansi nama almamater. Tidak, sebenarnya kuliah tidak sedangkal itu. Usai mengenakan toga nanti, mau dikemanakan ilmu saya? Apa hanya saya yang akan dapat merasakan manfaatnya? Menurut saya jawabannya tidak. Saya ingin ilmu saya membawa sedikit kebaikan nyata untuk lingkungan sekitar.
Mengapa edukasi?
Adalah sebuah ironi bagi saya saat UKT tertinggi di kampus sebesar 11 juta rupiah, dan ratusan mobil mewah berseliweran di jalanan kampus setiap hari, namun masih ada anak di bawah umur yang putus sekolah dan mengamen, mengemis, dan mengais-ngais di sekitar wilayah kampus. Padahal, bukankah asset suatu bangsa sesungguhnya adalah pada anak-anaknya? Ah, maaf. Saya mulai terdengar seperti berorasi.
Mengapa edukasi?
Adalah sebuah ironi bagi saya saat UKT tertinggi di kampus sebesar 11 juta rupiah, dan ratusan mobil mewah berseliweran di jalanan kampus setiap hari, namun masih ada anak di bawah umur yang putus sekolah dan mengamen, mengemis, dan mengais-ngais di sekitar wilayah kampus. Padahal, bukankah asset suatu bangsa sesungguhnya adalah pada anak-anaknya? Ah, maaf. Saya mulai terdengar seperti berorasi.
Edukasi, menurut saya adalah solusi paling dasar yang seharusnya dapat ditawarkan untuk semua masalah di negara berkembang. Kesehatan, kemiskinan, kriminalitas, perbedaan ideologi, kasus-kasus perpecahan dan SARA, sesungguhnya berawal dari ketiadaan atau kurangbaiknya basis pengetahuan yang dimiliki masyarakat mayoritas. Peran guru dan tenaga pendidik sangat terlihat disini.
Bagaimana mengajarkan pengetahuan disertai pendidikan karakter adalah sebuah tugas besar yang mulia dan membutuhkan kesediaan dari dalam diri tenaga pendidik sendiri. Tapi kemudian, tidak hanya guru. Mahasiswa yang ditengarai memiliki pengetahuan ‘lebih’ dibandingkan rakyat Indonesia kebanyakan juga tentu kecipratan tanggungjawab ini, dan itulah, mengapa saya ingin turut mengambil sedikit langkah dalam edukasi.
Bukan lagi tentang IPK di atas tiga, bukan lagi tentang fisika dapat A, bukan lagi tentang memamerkan jas biru dongker di sosial media, mungkin ini tentang perubahan apa yang saya percaya bisa saya bawa.
Divina Umanita Iliyyan
Bogor, 4 Maret 2019
Bukan lagi tentang IPK di atas tiga, bukan lagi tentang fisika dapat A, bukan lagi tentang memamerkan jas biru dongker di sosial media, mungkin ini tentang perubahan apa yang saya percaya bisa saya bawa.
Divina Umanita Iliyyan
Bogor, 4 Maret 2019
0 Comments