Lalaaa yeyeyeeeee UTS pun berakhirrrr pemirsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa;;);;);;) Dan akhirnya bisa juga dah nihhhhh own posting yg versi indonesianyaaaaaaaaaa :D cekidot yaaa.. (Nnb: bahasanya suuuuuuussssssssssssaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh!! Bacanya kalo own sendiri harus pelanpelan:D)
Story: Harry Potter dan Metode Rasionalitas
Category: Harry Potter
Genre: Drama/Humor
Author: geobreed
Last updated: 10/11/2013
Words: 223315
Rating: T
Status: In Progress
Content: Chapter 1 to 46 of 46 chapters
Summary: Petunia menikahi seorang ahli biokimia, dan Harry besar dengan membaca sains dan fiksi ilmiah. Kemudian datang surat dari Hogwarts, membuka suatu dunia menarik penuh kemungkinan baru untuk dimanfaatkan. Dan teman baru, seperti Hermione, dan Profesor McGonagall, dan Profesor Quirrell… Judul asli: Harry Potter and the Methods of Rationality
Chapter 1: Suatu Hari Dengan Kemungkinan Amat Kecil
Disclaimer: Harry Potter adalah milik J. K. Rowling, dan
‘the methods of rationality' (metode rasionalitas) bukan milik siapapun.
Di bawah sinar bulan tampak fragmen kecil, bagian dari garis.
(jubah hitam, jatuh) .
literan darah berceceran, dan seseorang meneriakkan satu
kata.
***
Setiap inci dinding tertutupi oleh lemari buku. Tiap lemari
memiliki enam rak, nyaris sampai ke langit-langit. Beberapa lemari buku terisi
penuh dengan buku-buku sampul tebaclass="underline" sains,
matematika, sejarah, dan sebagainya. Lemari lain terdapat dua susun buku fiksi
ilmiah sampul tipis, dengan susunan buku-buku di belakang diletakkan di atas
kotak tissue bekas atau dua-per-empat, supaya susunan belakang bisa terlihat di
atas susunan depan. Dan itu masih belum cukup. Buku-buku meluber ke atas
meja-meja dan sofa serta membuat gundukan-gundukan kecil di bawah jendela-jendela.
Ini adalah ruang tamu dari rumah tempat tinggal Profesor
Michael Verres-Evans yang terkenal, dan istrinya Nyonya Petunia Evans-Verres,
dan anak adopsi mereka, Harry James Potter-Evans-Verres.
Sebuah surat tergeletak di meja ruang tamu, dan amplop tak tersegel
dari perkamen kekuningan, teralamatkan untuk Tn. H. Potter dalam tinta hijau
emerald.
Sang Profesor dan istrinya berbicara dengan tajam satu sama
lain, namun mereka tidak berteriak. Sang Profesor menganggap berteriak adalah
perbuatan yang tak beradab.
"Kau bercanda," Michael berkata pada Petunia.
Suaranya menyiratkan ketaketakutan bahwa lawan bicaranya serius.
"Adikku adalah penyihir," ulang Petunia. Dia
ketakutan, tetapi bersikukuh. "Suaminya juga penyihir."
"Ini absurd!" Kata Michael tajam. "Mereka
datang ke pernikahan kita mereka berkunjung waktu natal "
"Aku meminta mereka untuk tak memberitahumu,"
bisik Petunia. "Tapi itu benar. Aku sudah lihat "
Sang Profesor memutar bola matanya. "Sayang, aku tahu
kamu tak terbiasa dengan literatur skeptik. Kamu mungkin tidak sadar seberapa
mudahnya seorang pesulap terlatih untuk merekayasa sesuatu yang terlihat
mustahil. Ingat waktu aku mengajari Harry untuk membengkokkan sendok? Kalau
misalnya seperti selalu bisa membaca pikiranmu, itu namanya ‘cold reading' "
"Itu bukan membengkokkan sendok "
"Kalau begitu, apa?"
Petunia menggigit bibirnya. "Aku tak bisa langsung
katakan. Kau akan menganggapku " Dia menelan ludah. "Dengar. Michael.
Aku tidak selalu seperti ini " Dia menunjuk pada dirinya, seolah merujuk
perawakannya yang luwes. "Ini karena Lily. Karena aku karena aku memohon
padanya. Selama bertahun-tahun aku memohon. Lily selalu lebih cantik dariku,
dan aku . pernah berlaku jahat, karenanya, kemudian dia dapat sihir, bisa kau
bayangkan bagaimana perasaanku? Dan aku memohonnya untuk memakai sebagian dari
sihir itu supaya aku juga jadi cantik, kalaupun aku tak punya sihir, paling
tidak aku bisa cantik."
Air mata mulai menggenangi mata Petunia.
"Dan Lily akan berkata tidak, dan membuat alasan
konyol, seperti dunia akan hancur kalau dia bersikap baik pada saudarinya, atau
dia dilarang ‘centaur' hal paling konyol, dan aku benci dia karenanya. Dan ketika
aku baru saja lulus, aku berpacaran dengan anak ini, Vernon Dursley, dia gemuk
dan cuma dia satu-satunya yang mau berbicara padaku waktu kuliah. Dan katanya
ia ingin punya anak, serta putra pertamanya akan ia namai Dudley. Dan pikirku,
orang tua macam apa yang menamai anaknya Dudley Dursley? Bagaikan aku melihat
seluruh masa depanku terbentang di depanku, dan aku tak tahan lagi. Lalu aku
menulis surat pada saudariku dan berkata padanya bahwa kalau ia tidak
menolongku lebih baik aku "
Petunia berhenti.
"Bagaimanapun," Petunia berkata, suaranya lirih,
"dia mengalah. Dia bilang bahwa ini sangat berbahaya, dan aku bilang aku
tak peduli, lalu aku minum satu ramuan dan aku sakit selama berminggu-minggu,
tapi waktu aku pulih kulitku jadi cerah dan tubuhku jadi indah dan . aku
cantik, orang-orang jadi ramah padaku," suaranya pecah, "dan setelah
itu aku tak bisa lagi membenci saudariku, apalagi waktu aku tahu apa yang
dibawa sihir itu pada dirinya "
"Sayang," Michael berkata dengan lembut,
"kamu sakit, lalu bobotmu bertambah waktu beristirahat di ranjang, dan
kulitmu cerah dengan sendirinya. Atau karena sakit kamu merubah dietmu "
"Dia penyihir," ulang Petunia. "Aku
melihatnya sendiri."
"Petunia," kata Michael. Kejengkelan mulai
merasuki suaranya. "Kamu tahu bahwa semua itu tak mungkin. Apa aku
benar-benar harus menjelaskan kenapa?"
Petunia meremas-remas tangannya. Dia terlihat seperti akan
menangis. "Cintaku, aku tahu aku tak akan menang beradu argumen denganmu
tapi tolong, kamu harus mempercayaiku tentang hal ini "
"Dad! Mum!"
Keduanya berhenti dan melihat Harry seolah mereka lupa ada
orang ketiga dalam ruangan.
Harry mengambil napas panjang. "Mum, orangtuamu tidak
punya sihir kan?"
"Tidak," kata Petunia, kebingungan.
"Maka tak satupun dalam keluargamu tahu tentang sihir
waktu Lily menerima suratnya. Bagaimana mereka jadi percaya?"
" Ah . ." Kata Petunia. "Mereka tidak hanya
mengirimkan surat. Mereka mengutus seorang Profesor dari Hogwarts. Dia "
Petunia melirik Michael. "Dia menunjukkan beberapa sihir."
"Kalau begitu kalian ttak perlu bertengkar karena
masalah ini," Kata Harry tegas. Berharap dengan sangat kalau kali ini,
satu kali ini saja, mereka akan mendengarkannya. "Kalau itu benar, kita
tinggal meminta satu Profesor Hogwarts ke sini dan melihat sihir itu sendiri,
dan Dad akan mengakui kalau itu memang nyata. Dan kalau tidak maka Mum akan
mengakui kalau itu salah. Itulah gunanya metode eksperimental, supaya kita
tidak memecahkan masalah hanya lewat debat."
Sang Profesor berbalik dan memandangnya, meremehkan seperti
biasanya. "Oh, tolong, Harry. Serius, sihir? Aku kira kamu tahu lebih dari
menganggap ini serius, nak, walaupun kamu masih sepuluh tahun. Sihir adalah hal
paling tak ilmiah yang pernah ada!"
Harry tersenyum kecut. Dia diperlakukan dengan baik, mungkin
lebih daripada perlakuan kebanyakan ayah kandung pada anaknya sendiri. Harry
dimasukkan ke sekolah terbaik dan ketika itu belum cukup, dia disediakan
tutor-tutor dari sumber tak terhitung mahasiswa kelaparan. Selalu Harry
didorong untuk mempelajari apapun yang menarik perhatiannya, dibelikan
buku-buku yang dia suka, difasilitasi dalam kompetisi matematika atau apapun
yang ia ikuti. Apapun yang ia inginkan dalam batas wajar akan selalu
dikabulkan, kecuali, mungkin, secuil rasa hormat. Profesor terhormat yang
mengajar biokimia di Oxford sukar untuk diharapkan mau menggubris nasihat
bocah. Mendengarkan, tentu saja, untuk Menunjukkan Perhatian; itu yang
dilakukan oleh Orang Tua Teladan; dan tentu saja, jika kamu menganggap dirimu
sebagai Orang Tua Teladan, kamu akan melakukannya. Tapi menganggap serius bocah
sepuluh tahun? Tak mungkin.
Kadang Harry ingin berteriak pada ayahnya.
"Mum," kata Harry. "Kalau kamu ingin
memenangkan argumen melawan Dad, lihat di bab kedua buku pertama dari
"Feynman Lectures on Physics." Di sana ada kutipan tentang bagaimana
filsuf-filsuf banyak berpendapat tentang apa kebutuhan dasar sains, dan semua
itu salah, karena satu-satunya hukum dalam sains adalah bahwa wasit terakhir
adalah pengamatan bahwa kamu hanya perlu melihat ke dunia dan melaporkan apa
yang kamu lihat. Um . aku sedikit lupa di mana menemukan tentang idealnya sains
untuk menyelesaikan masalah melalui eksperimen bukannya argumen "
Ibunya ya melihatnya dan tersenyum, "Terima kasih,
Harry. Tapi " kepalanya terangkat lagi untuk menatap suaminya. "Aku
tak ingin memenangkan argumen terhadap ayahmu. Aku cuma ingin suamiku untuk,
untuk mendengarkan istrinya yang mencintainya, dan percaya padanya kali ini
saja "
Harry menutup mata sejenak. Tak ada harapan. Kedua orang
tuanya benar-benar tak ada harapan.
Sekarang orang tuanya sedang berada lagi dalam salah satu
argumen di mana ibunya ingin membuat ayahnya merasa bersalah, dan ayahnya
mencoba membuat ibunya merasa bodoh.
"Aku akan pergi ke kamarku," kata Harry. Suaranya
sedikit gemetar. "Tolong jangan terlalu dipermasalahkan, Mum, Dad,
sebentar lagi kita bisa lihat kebenarannya, kan?"
"Tentu saja, Harry," kata ayahnya, dan ibunya
memberinya ciuman untuk menenangkannya, lalu mereka melanjutkan pertengkaran
ketika Harry menaiki tangga ke kamarnya.
Dia menutup pintu di belakangnya dan mencoba untuk berpikir.
Lucunya, seharusnya dia setuju dengan Dad. Tidak ada yang
pernah melihat satupun bukti tentang sihir, dan menurut Mum, ada suatu dunia
sihir di luar sana. Bagaimana bisa hal semacam itu ditutupi? Lebih banyak
sihir? Itu terdengar seperti alasan yang mencurigakan.
Seharusnya ini jadi kasus mudah tentang Mum bercanda,
berbohong, atau jadi gila, menurut derajat kengerian. Kalau Mum mengirim surat
itu sendiri, itu menjelaskan bagaimana bisa sampai di kotak surat tanpa
perangko. Sedikit kegilaan adalah lebih mungkin daripada kenyataan bahwa alam
semesta memang bekerja seperti itu.
Kecuali bahwa sebagian dari Harry benar-benar yakin bahwa
sihir itu ada, mulai dari pertama melihat surat yang mengaku berasal dari
"Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry."
Harry menggosok keningnya, meringis. Jangan percaya semua
yang kamu pikirkan, kata salah satu bukunya.
Tapi keyakinan aneh ini . . Harry mendapati dirinya berharap
bahwa, ya, seorang profesor Hogwarts akan muncul dan mengayunkan tongkat sihir
dan memunculkan sihir. Keyakinan aneh ini tidak berusaha melindungi diri dari
pemalsuan tidak membuat alasan di awal atas kenapa tidak ada Profesor, atau
profesor itu hanya mampu membengkokkan sendok.
Dari mana asalmu, prediksi aneh kecil? Harry menyusun
pikirannya dalam otak. Kenapa aku percaya apa yang aku percaya?
Biasanya Harry cukup mahir menjawab pertanyaan itu, tapi
kali ini, dia tak punya petunjuk apa yang otaknya pikirkan.
Harry memberi dorongan mental pada dirinya. Kepingan metal
di pintu perlu didorong, dan gagang di pintu perlu ditarik, dan hal dengan
hipotesis yang bisa diuji harus diuji.
Dia mengambil sepucuk kertas dari mejanya dan mulai menulis.
Kepada Wakil Kepala Sekolah
Harry berhenti, merenung; lalu membuang kertas dan
menggantinya, memperpanjang beberapa milimeter grafit dari pensil mekaniknya.
Ini perlu kaligrafi cermat.
Kepada Wakil Kepala Sekolah Minerva McGonagall,
Atau Siapapun yang Mau Peduli.
Saya baru saja menerima surat penerimaan anda ke Hogwarts,
ditujukan para Tn. H. Potter. Anda mungkin tidak tahu bahwa orangtua kandung
saya, James Potter dan Lily Potter (terlahir Lily Evans) sudah wafat. Saya
diadopsi oleh saudari Lily, Petunia Evans-Verres, dan suaminya, Michael
Verres-Evans.
Saya benar-benar tertarik untuk belajar di Hogwarts, kalau
memang tempat semacam itu benar-benar ada. Hanya ibuku Petunia yang mengaku
tahu tentang sihir, dan dia sendiri juga tidak bisa melakukannya. Ayahku sangat
skeptis. Saya sendiri juga kurang yakin. Saya juga tidak tahu di mana tempat
untuk memperoleh buku-buku atau perlengkapan yang tercantum dalam surat
penerimaan anda.
Ibu berkata bahwa anda mengirim satu wakil Hogwarts pada
Lily Potter (terlahir Lily Evans) untuk mendemonstrasikan pada keluarganya
bahwa sihir itu nyata, dan saya asumsikan menolong Lily untuk memperoleh
bahan-bahan sekolahnya. Kalau anda juga bisa melakukannya pada keluarga saya
itu akan sangat-sangat membantu.
Tertanda,
Harry James Potter-Evans-Verres.
Harry mencantumkan alamat rumahnya, lalu melipat surat itu
dan memasukkannya dalam amplop, yang kemudian dia tujukan ke Hogwarts. Berpikir
lebih jauh membuatnya mengambil lilin dan meneteskannya pada daun amplop yang
kemudian, memakai ujung pisau pena, diukirnya inisial H.J.P.E.V. Kalau memang
ia akan masuk ke dalam kegilaan, ia akan melakukannya dengan penuh gaya.
Lalu ia membuka pintunya dan pergi ke bawah. Ayahnya sedang
duduk di ruang tamu dan membaca buku tentang matematika tingkat tinggi untuk
menunjukkan betapa pintarnya dia; dan ibunya sedang di dapur mempersiapkan
salah satu hidangan favorit ayahnya untuk menunjukkan betapa sayangnya dia.
Tidak terlihat sedikitpun kalau mereka saling berbicara. Semengerikannya suatu
argumen, tak berargumen itu jauh lebih buruk.
"Mum," Harry berkata dalam kesunyian pekat,
"Aku mau menguji hipotesisnya. Menurut teorimu, bagaimana caraku untuk
mengirim burung hantu ke Hogwarts?"
Ibunya berbalik dari tempat cuci piring untuk menatapnya,
dengan terkejut. "A aku tak tahu, Aku rasa kamu harus punya burung hantu
sihirmu sendiri."
Itu harusnya terdengar sangat mencurigakan, oh, jadi tak ada
cara untuk menguji teorimu kalau begitu, tapi keyakinan aneh dalam diri Harry
sepertinya mau untuk menjulurkan lehernya lebih jauh lagi.
"Ya, suratnya entah bagaimana bisa sampai ke
sini," kata Harry, "jadi aku akan melambaikannya di luar dan
berteriak ‘surat untuk Hogwarts!' dan melihat apakah ada burung hantu yang
mengambilnya. Dad, apa kamu mau lihat?"
Ayahnya menggeleng sedikit dan terus membaca. Tentu saja,
pikir Harry. Sihir adalah hal memalukan yang cuma orang bodoh saja yang
percaya; kalau ayahnya sampai menguji hipotesis, atau bahkan menonton
pengujiannya, itu akan seperti mengasosiasikan dirinya dengan hal tersebut . .
Hanya ketika Harry berjalan keluar pintu belakang, ke
halaman belakang, baru terlintas di pikirannya bahwa jika seekor burung hantu
benar-benar turun dan menyabet suratnya, dia akan punya masalah untuk
menjelaskannya pada Dad.
Tapi yah itu tak akan bisa terjadi, kan? Tak peduli apapun
yang otakku yakini. Jika seekor burung hantu benar-benar turun dan mengambil
amplop ini, aku akan mengkhawatirkan hal lain lebih dari apa yang Dad pikirkan.
Harry mengambil napas panjang, dan mengangkat amplop ke
udara.
Dia menelan ludah.
Berteriak Surat untuk Hogwarts! sembari mengangkat sepucuk
surat di udara di tengah-tengah halaman belakangmu sendiri . sebenarnya cukup
memalukan, sekarang waktu dia pikir lagi.
Tidak. Aku lebih baik dari Dad. Aku akan menggunakan metode
ilmiah walaupun itu akan membuatku terlihat bodoh.
"Surat " kata Harry, walau sebenarnya terdengar
lebih seperti bisikan parau.
Harry menguatkan diri, dan berteriak ke langit kosong,
"Surat untuk Hogwarts! Bisa minta tolong dikirim burung hantu?"
"Harry?" tanya satu suara kaget wanita, salah
seorang tetangga.
Harry menarik turun tangannya seolah sedang terbakar dan
menyembunyikan amplop di belakang punggungnya seolah itu adalah uang narkoba.
Seluruh wajahnya merah padam karena malu.
Satu wajah wanita tua mengintip dari atas pagar pembatas
rumah, rambut kelabu beruban menyembul keluar dari penutup rambutnya. Nyonya
Figg, pengasuh tak berkala. "Apa yang kamu lakukan, Harry?"
"Tidak ada," kata Harry dengan suara tercekik.
"Hanya menguji satu teori yang benar-benar bodoh "
"Apa kamu sudah memperoleh surat penerimaan dari
Hogwarts?"
Harry terpaku.
"Ya," bibir Harry berkata sesaat kemudian.
"Aku dapat surat dari Hogwarts. Mereka bilang mereka ingin burung hantuku
sebelum 31 Juli, tapi "
"Tapi kamu tak punya burung hantu. Kasihan! Aku tak
bisa bayangkan apa yang mereka pikirkan, mengirimkanmu hanya surat
standar."
Lengan keriput terjulur keluar dari pagar, dan membuka
telapak tangan penuh harap. Tak sempat berpikir di titik ini, Harry memberikan
amplopnya.
"Serahkan saja padaku, nak," kata Nyonya Figg,
"dan dalam sekejap akan kusuruh seseorang kemari."
Dan wajahnya menghilang dari balik pagar.
Ada kesunyian panjang di halaman belakang.
Lalu dengan perlahan dan tenang, seorang bocah berkata,
"Apa."
*TBC :D sabar menanti yaaa :D*
0 Comments