Genre : Curhatpedia-_-
Kind : One Shot
Rated : T+ (dipertimbangkan dari grammar nya yg ancur, sepertinya tidak baikkalo buat rated K atau K+ *tutupmuka*)
Disclaimer : All mine
Teaser :
Rated : T+ (dipertimbangkan dari grammar nya yg ancur, sepertinya tidak baikkalo buat rated K atau K+ *tutupmuka*)
Disclaimer : All mine
Teaser :
Ini memang hanya secuil Prolog dari lembaran kisah hidupku. Prolog yang mungkin terlalu awal untuk kutulis.Namun hanya dengan menulislah aku bisa menyuarakan segalanya. Mungkin hingga nanti tiba saatnya aku harus menulis epilog pada kisah ini.
NB :
Warning ! Gaje parah !! cuman ada 890 kata dan cuman butuh 2 jam buat ngerampunginnya hehe :( plotnya aneh (kalo masih bisa dibilang ada), tapi yaaaide ini terus muncul dan ngotot pengen ditulis. Jadi yaaa.. begitulah :( Oiya satu hal lagi, I’m so so so sorry if my grammarsucks atau mungkin tak patut dibaca :( *mukasedih*yah pokoknya read and review aja yaaaa ? :(
Warning ! Gaje parah !! cuman ada 890 kata dan cuman butuh 2 jam buat ngerampunginnya hehe :( plotnya aneh (kalo masih bisa dibilang ada), tapi yaaaide ini terus muncul dan ngotot pengen ditulis. Jadi yaaa.. begitulah :( Oiya satu hal lagi, I’m so so so sorry if my grammarsucks atau mungkin tak patut dibaca :( *mukasedih*yah pokoknya read and review aja yaaaa ? :(
***
“Mengapa?”
Kata itu terus berlarian dalambenakku. Saat menulis kisah (mungkin tak layak disebut kisah—damn) ini, akusesekali tertawa sendiri akan besarnya keingintahuanku yang—kadang—membuatkuterlihat bodoh. Belum lagi tawa cemooh setelah menelusuri kembali hal-hal “besar”yang telah kulalui selama 15 tahun hidupku (Are you kidding ? Kau sebut ituhal-hal besar ? Gosh. Shut the fuck up! ). Masih seumur jagung memang. Danbelum memadai untuk membuat dan menyebutnya sebuah biografi. Maka aku tak akanmenyebut karya rendahan ini sebuah biografi. Mungkin bisa dibilang, masihprolog. Tapi, yah salahkah jika prolog itu kutulis sekarang ? Well, I mean.. daripadaaku membiarkan keyboard ini berdebu ? Bitch please. Just check it out then.
Kata pertama yang dan mungkin satu-satunya yang kupilihkini adalah : Teman.
“Mengapa?”
Karena 15 tahun hidupku takpernah sedetikpun—kecuali tidur dan mandi, tentunya—kulalui sendiri. Tentu anehrasanya menjalani semuanya sendiri setelah kau dibuat nyaman dengan semuaperlakuan teman-temanmu. Saat mereka menemanimu main PS, membimbingmu menaikkanbendera, mengawasimu berbaris, mengevaluasi hasil kerjamu, menggantung kausolahragamu di papantulis dan meng uploadnya ke internet, menguji memorimu,menertawakan kekonyolan yang kau lakukan, menghiburmu saat airmata membuathapemu basah, memaksamu menginap untuk membuat tumpeng, mengomentari seenaknyasemua tindakanmu (Dan—anehnya—Kaun mengaggapnya LUCU!!), menjelek-jelekkanorang yang sedang bermasalah denganmu, menyindir semua tindak penyimpanganmudengan “dia”, membelamu saat kau disudutkan para penguasa, membantumu—kedengarannyatak mungkin memang, dan ini fucking pathetic—MENGEPEL lapangan basket sekolahditengah hujan, memuji—atau mungkin harusnya disebut mengolok-olok—pacar barumu,memintamu memberikan nasihat untuk masalah pribadi mereka, mentraktirmu makananringan, mengikatmu pada pohon rambutan hanya untuk mengerjaimu, memaksamumembelanjakan uang, meramaikan warnet favorit kalian dengan terikan-teriakankhasmu, mengkritik salahmu dengan cara yang tak mungkin dilakukan orang lain,dan—astaga, jangan paksa aku melanjutkannya kecuali kau ingin membaca ceritakusehari penuh—masih banyak dan banyak lagi.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas begitu saja.Pertanyaan yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Aku tertawa kecil memikirkanpertanyaan dalam benakku ini, dan tanpa kusadari, aku manggut-manggut. Kurasa..memang benar. Tapi tunggu dulu.
“Mengapa ?”
Tunggu dulu, gadis kecil. Akutak pernah mebeda-bedakan antara manusia yang satu denganmilyaran manusia lain yang ada di dunia. Dan ya, mungkin memang sudah sebuahgaris untukku memiliki teman-teman yang relatif berbeda—maaf—maksudku unik.Mulai dari mereka yang setahun lebih tua daripada kami seusianya, mereka yangbahkan tak bisa mengendalikan Hormon Gelitik (Kusebut Hormon Gelitik karena akupun tak tau apa namanya saat kau kesulitan menahan tawa dan kebetulan aku punmengalaminya—oke maaf ini disgusting), mereka yang mungkin dinilai “berbeda”bagi sebagian orang, mereka yang kadang berlebihan bersikap (Aku memfavoritkanbagian ini), dan—kini—mereka yang mungkin kesulitan untuk berbicara danbersikap menurut apa yang orang-orang sebut, normal.
Tapi hey, aku tak mempermasalahkannya. Sungguh demiapapun!! Aku tak peduli dengan semua judgement dari orang-orang yang bertindakseolah mereka kritikus terkenal.
Lalu, “Mengapa ?”
Karena—cukup sulitmenjelaskannya—harus kuakui, aku merasa justru keunikan itulah yang membuatkita berbeda. Membuat kita lebih mudah diingat daripada orang “Normal” lainnya.Justru membuatku makin yakin untuk berbagi dengan mereka. Dari sekian banyak manusiayang berada di sekelilingku, yang normal, berlimpah harta, dipuja, mengapaharus Mereka ?
Lagi-lagi. “Mengapa ? “
Memang sulit, sangat sulituntuk berpura-pura seolah kau tak memiliki telinga saat kau berjalan kemanapunhanya karena kau muak mendengarkan tawa cemooh orang lain melihatmu berusahamengakrabkan diri dengan apa yang mereka sebut Mr. Atau Mrs. Aneh. But, I meanwhat the fuck for yer rubbish Mr. And Mrs. Perfeksionis yang terhormat.
Wait. Aku belum menjawab pertanyaan itu.
“Mengapa ?”
Karena aku tau yang mana yangkurasa cocok denganku, maksudku sekarakter denganku dan yang tidak. Akuberterimakasih kepada Sang Pencipta yang begitu bermurah hati sehinggamembuatku cukup peka akan hal ini. Bukan ingin menerima pujian dari masyarakatsebagai Miss. Angel Hearted or whatever. Tapi ya, telah kuputuskan jika nyamanyang kupilih adalah dengan seperti ini. Dan memang aku hanya bisa terus berdo’asemoga semua prasangka baikku terbukti.
Sekali lagi, usiaku memang masih seumur jagung dan hidupyang sebenarnya belum dimulai sama sekali. Jadi mungkin belum pantas menulisnasihat tentang kehidupan seperti ini, tapi—sumpah—ide ini mengalir begitu saja2 jam yang lalu!!. Ini memang masih bagian prolog, hanya secuil prolog dalamlembaran hidupku, dan tak ada siapapun yang mengetahui kapan aku akan dan harusmenulis Epilognya. But, c’mon guys—for the last time—JUST BE UNIQUE :)
***
FIN :D
Gaje kaan ? Hahaaaaah gapapa laaah :D
0 Comments