Heterochromia Iridium

kali ini divin mau posting cerpen yang masuh rumpang nih, coz baru 1 chapter :D please RnR :) cekidot #HappyMothersDay


Heterochromia Iridium
chapter 1
Nampaknya jantungku memompa darah jauh lebih banyak dari biasanya, karena terasa olehku denyutan yang makin lama makin cepat. Keringat dingin turun perlahan membasahi keningku. Aku mendongak. Menatap langit malam yang dihiasi banyak awan mendung. Tatapanku tertuju pada sebuah benda bercahaya di atas sana. Yup. Bulan. Kulirik kembali jam tanganku yang telah usang. Terlihat angka 07:29:03 p.m. “satu menit lagi…” Gumamku lirih. Kencangnya angin di padang ini tak membuatku gentar. Masih ku genggam erat cermin yang ku bawa dari rumah. Ku atur sedemikian rupa sehingga bayangan bulan dan bayanganku sejajar.
                07:29:56. Jantungku seolah hendak meloncat dari tempatnya. Aku menelan ludah. Nafasku yang menyiratkan seribu tanda Tanya makin memburu. Menghangatkan jemariku yang menggenggam cermin itu kian erat. Sekuat tenaga, kufokuskan pandangan mataku ke cermin. Yang sesekali juga mencuri-curi tatap pada angka yang tertera di jam pemberian  Tante Molly itu.
                07:29:57 …

                07:29:58 …

                07:29:59 …
               
                07:29:59 …
               
                07:29:59 …
                
 Aku mengernyitkan dahi. Jam tanganku berhenti berkedip tepat pada angka 07:29:59. “Shit !!”, Aku mengumpat. Lengkingan suaraku membuat burung hantu yang bertengger pada dahan pohon ek di belakangku terbang. Ku lepaskan jam biru bertuliskan “GIN” itu dan memeriksa setiap bagiannya. Meneliti setiap peluang kerusakan yang terjadi dengan amat cermat, tentunya setelah ku letakkan cerminku ke tanah. Namun, nihil hasinya. “Nothing’s wrong, lalu Kenap…”, Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, jam itu kembali berkedip seperti semula dan menunjukkan angka 07:30:18. “Jam sialan !!!!!”, Aku kesal dan membanting jam itu ke tanah. Namu terdengar suara “Trang..”. ternyata kaca dari jam tanganku membentur permukaan cermin. Oh ya !! Cermin ! Aku nyaris melupakan misi utama ku itu. 07:30:29. Yah.. lebih 29 detik dari seharusnya. Whatever.
                Kutatap lamat-lamat sebingkai paras yang terlukis pada cermin itu. Kurang jelas memang, karena  gumapal uap air tak beraturan bentuk ditimbulakn oleh nafasku. Hmm..
               
 
 
Rambut ikal kecoklatan ..            
 
Hidung mungil rucin dengan beberapa titik merah ..           
 
Pipi berlubang ..             
Bibir bawah agak lebar ..             
Semuanya sama..
?
 
Hey hey tunggu !!!
Iris Heterochromia Iridium ku ???   
          
                Mataku.. mataku menghitam !! Kemana perginya iris mata kiriku yang kebiruan ? dan kemana pula iris mata kananku yang hazel seperti Hermione Granger ? aku mengucek mataku. Nothing’s happen. Ini nyata ! Bukan mimpi ! ternyata perkataan Tante Molly benar. Setiap  malam tanggal 24 pukul 07:29:30 p.m, iris mataku akan menghitam. Ini merupakan warisan genetic dari ibu kandungku, yang kini .. entah dimana.
                Kurebahkan kepalaku, dan tidur telentang. Membiarkan rerumputan dan gumapalan tanah mengotori jaket biru ku. “Kata Tante Molly, mataku sebenarnya hitam.. Seperti ini. Persis seperti ibuku. AKu jadi ingin tahu, bagaimana ya .. parasnya yang sesunggguhnya ?”… “Hmmm… oh ya , Kata Tante Molly juga, paras Ibuku itu sangat cantik. Seperti rembulan. Ya ! Sepertimu !!”  Ucapku pada bulan. Sunyi. Tak ada jawaban. Meski telah ribuan kali aku mencurahkan cerits-ceritaku pada bulan, ia tak pernah member sedikitpun tanggapan untukku. Yah… Entahlah.. aku pun larut dalam lamunanku. Membayangkan bagaiman kira-kira paras ibuku sesungguhnya. Fantasiku terusik di tengah nyanyian jangkrik dan alang-alang yang bergemerisik.

                Kilatan cahaya petir yang menandakan akan turunnya hujan membuyarkan lamunanku. Aku pun bangkit dan mengibas-ngibaskan tanganku untuk membersihkan potongan alang-alang yang menempel. Kulirik jam tanganku. 08:15:22. “APA ?! aku harus pulang, besok pagi ada ulangan asronomi !!” Pekikku kelabakn. Kuraih cermi persegi yang tergeletak di tanah dan bersiap-siap pulang. “Terimakasih bulan, just one step closer J” aku berpamitan pada bulan, namun seperti biasa, tak ada sahutan. Maka aku berjalan cepat membelah barisan alang-alang yang memagari padang ini. Menuju sebuah rumah kecil di pinggir sungai Cruise..
     

0 Comments